Menurut Wikipedia rasisme memiliki arti suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu, bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur yang lainnya. Menurut The New Oxford Dictionary of English, rasisme adalah (1) the belief that there are characteristics, abilities, or qualities specific to each race, (2) discrimination against or antagonism towards other races.
Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia rasisme diartikan sebagai paham atau golongan yang menerapkan penggolongan atau pembedaan ciri-ciri fisik ( seperti warna kulit ) dalam masyarakat. Rasisme juga bisa diartikan sebagai paham diskriminasi suku, agama, ras ( SARA ), golongan ataupun ciri-ciri fisik umum untuk tujuan tertentu.Dalam Singa Mania Cyber dituliskan bahwa, rasisme pada intinya adalah mengganggap suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak tinimbang suatu ras/kaum yang lain. Rasismepun menyebar sampai ke tingkat SARA (Suku, Agama, Ras).
Sekarang rasismepun mengalami penambahan kata, yaitu menunjukkan kelompok etnis tertentu (etnosentris), ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antar ras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe).
2.2 Rasisme dalam Dunia Olahraga
Rasisme, dalam bentuk apapun tidak dapat ditoleransi. Rasisme hanya betujuan untuk merugikan si korban. Hal tersebut yang melatarbelakangi diadakannya World Conference Against Racism, (WCAR) yang diadakan oleh UNESCO. Konferensi tersebut telah diadakan sebanyak tiga kali, yakni pada tahun 1978, 1983, dan 2001. WCAR rencananya akan kembali diadakan pada tahun 2009 di Jenewa, Swiss.
Rasisme tidak hanya terjadi di dunia politik ataupun ekonomi, namun juga dapat terjadi di dunia olahraga. Olahraga yang bertujuan untuk mengembangkan nilai-nilai persahabatan dan perdamaian antar umat manusia tidak luput dari rasisme. Sebagai contoh rasisme yang terdapat pada basket. Seorang pemain bola basket berkulit hitam asal Amerika Serikat (AS) menjadi korban kekerasan yang tampaknya adalah serangan rasisme, di Polandia. Logan diserang oleh beberapa orang yang belum teridentifikasi yang meneriakkan cemoohan bernada rasisme, dan mengalami memar di tangan kirinya.
Cabang olahraga yang paling disorot akibat tindakan rasisme adalah sepakbola, karena di cabang olahraga ini telah banyak tindakan rasisme yang dilakukan oleh para pemain sepakbola ataupun suprter klub sepakbola.
Isu rasisme mulai muncul dalam dunia sepakbola sejak Arthur Wharton, pemain berkulit hitam profesional pertama bergabung dengan klub Inggris Darlington pada tahun 1889. Setiap kali Wharton berlaga di kandang lawan, terdengar cemoohan yang ditujukan kepadanya.
Rasisme di sepakbola memang sangat sempit. Cenderung menyerang warna kulit hitam, khususnya dari Afrika. Banyak pemain berkulit hitam yang tidak mendapat makian monyet, terutama pemain asal Brasil. Ketika Eto’o diteriaki monyet, hanya beberapa meter dari posisinya, rekan satu timnya, Ronaldinho, tidak mendapat teriakan yang sama. Tapi ketika bola berada di kaki Eto’o, teriakan rasisme itu kembali menggema. Padahal mereka sama hitam kelam, bukan campuran. Berikut ini contoh-contoh kasus rasisme lainnya yang terjadi di cabang sepakbola:
1. Kasus Mihajlovic dan Vieira
Mantan pemain tim nasional Yugoslavia dan pemain Intermilan, Sinisa Mihajlovic, menghina mantan pemain Arsenal, Patrick Vieira, dengan kata-kata : “black shit”. Atas tindakannya tersebut, Mihajlovic diganjar hukuman dua kali larangan bermain. Namun lucunya, kedua pemain tersebut pada saat ini justru berada di satu klub, yakni Intermilan. Vieira masih aktif bermain, sedangkan Mihajlovic telah menjadi asisten pelatih.
2. Rasisme Suporter Lazio
Suporter klub Lazio memang terkenal sebagai klub paling rasisme di Italia. Maklum saja klub ini dulunya adalah klub kesayangan Benito Mussolini. Mungkin karena terkenal dengan sikap rasisme-nya, sangat jarang pesepakbola kulit hitam yang bergabung dengan klub ini. Aron Winter, mantan pemain timnas Belanda adalah pemain berkulit hitam yang terakhir bergabung dengan klub ini. Pada saat kedatangannya ke klub ini, ia juga mendapatkan cemoohan yang menyakitkan hati. Dia dicemooh dengan kata-kata : “Yahudi Negro”.
Cafu, ex pemain AS Roma yang kini bermain di AC Milan pun ikut terkena dampak tindakan rasisme para pendukung Lazio. Cafu memang tidak bermain untuk Lazio, melainkan pernah bermain untuk tim AS Roma, yang notabene adalah musuh bebuyutan Lazio di kompetisi Liga Italia. Sewaktu masih bermain di AS Roma, seringkali mobil Cafu ditimpuki orang tidak dikenal, dan parahnya lagi anaknya yang masih kecil terpaksa turut menyaksikan penghinaan berbau rasisme yang dialaminya.
3. Tindakan Rasisme Jean Marie Le Pen Terhadap Pemain Sepakbola Perancis
Masih ingat politisi ultra kanan yang sempat menghebohkan dunia politik Perancis? Ya, Jean Marie Le Pen pernah membuat sensasi dengan mengatakan bahwa “tim sepakbola Perancis tidak pantas dihuni oleh orang-orang pendatang”. Jelas yang dimaksud “orang-orang pendatang” tersebut adalah imigran seperti Zinedine Zidane, Lilian Thuram, Thierry Henry, Patrick Vieira, Claude Makelele, Sylvain Wiltord, Christian Karembeu, dll. Le Pen terpaksa menelan ludahnya sendiri ketika tim yang sebagian besar dihuni oleh “para pendatang” ini merebut gelar juara Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000.
4. Tindakan Rasisme Klub Sepakbola Spanyol Terhadap Samuel Eto’o.
Penyerang Barcelona asal Kamerun, Samuel Eto’o telah berkali-kali menjadi korban tindakan rasisme beberapa klub Spanyol. Bentuk tindakan rasisme yang dilakukan oleh tim lawan terhadap Eto’o adalah mengejek Eto’o dengan mengeluarkan suara mirip suara monyet setiap kali Eto’o membawa bola. Walaupun terselebung, “suara mirip monyet” itu dapat ditafsirkan penghinaan seorang yang berkulit hitam, yang disamakan dengan seekor monyet.
5. Tindakan Rasisme Klub Sriwijaya FC Terhadap Pemain Persipura
Dunia sepakbola Indonesia pun tidak luput dari kasus tindakan rasisme. Beberapa waktu lalu, suporter klub Sriiwjaya FC menghina pemain-pemain Persipura dengan cara mengeluarkan suara-suara yang menyerupai suara monyet. Tidak lain dan tidak bukan, hinaan tersebut ditujukan kepada pemain-pemain Persipura yang berasal dari Papua.
1.3 Upaya untuk Mengatasi Rasisme dalam Dunia Olahraga
Dalam dunia olahraga sudah banyak hal-hal yang dilakukan untuk mengatasi rasisme. Cabang olahraga yang paling gencar memerangi rasisme adalah sepakbola. FIFA dan dunia melarang dengan tegas aksi rasisme di dalam sepakbola. Entah berapa miliar rupiah terbuang percuma hanya karena ulah suporter yang bersikap rasisme.
Pasal 2 huruf a statuta FIFA berbunyi :
Purpose of the FIFA, according to article 2 of the FIFA Statutes is: a) to continuously accomplish improvement and expansion of football all over the world, by showing the significance football has on topics as unification of the peoples, cultural exchange, humanitarian and educational aspects; especially when football itself can be promoted by Youth and developing programmes.
Dalam Statuta FIFA diakui bahwa peranan olahraga, khususnya sepakbola adalah sangat besar, diantaranya adalah mempersatukan umat manusia, sebagai sarana pertukaran kebudayaan, media untuk mengkampanyekan aspek kemanusiaan dan aspek pendidikan. Rasisme, dalam bentuk apapun mengingkari nilai-nilai dan tujuan yang terkandung dalam pasal 2 statuta FIFA. Jadi, para penggemar sepakbola perlu menyerukan :
“LET US KICK RACISM OUT OF FOOTBALL”
Michel Platini, Presiden UEFA telah mengenalkan program egaliterisme
dalam dunia sepakbola. Di mana masing-masing individu memiliki hak dan
yang sama. Implementasi dari hal ini adalah setiap individu berhak menonton, menikmati atau sekedar berkiprah dalam dunia sepakbola tanpa adanya
gangguan yang bersifat diskriminasi rasial ataupun perbedaan gender (Gender Difference).
Untuk mengatasi rasisme di Eropa, UEFA mengambil tindakan tegas terhadap masih maraknya aksi rasisme di sepakbola Eropa. Wasit kini diperkanankan menghentikan laga jika penonton melakukan aksi tersebut.
Aturan baru tersebut menyebut kalau aksi rasisme dilakukan penonton terhadap pesepakbola, wasit diperkanankan menghentikan laga dan memperingatkan penonton agar menghentikan aksi tersebut. Jika cara pertama ini tidak berhasil, maka tindakan selanjutnya adalah menunda pertandingan selama lima sampai 10 menit.
“Yang ketiga adalah langkah terakhir, jika aksi rasisme masih berlangsung setelah pertandingan kembali dilanjutkan (pasca penundaan 5-10 menit), maka wasit bisa melakukan usaha terakhir dengan sama sekali menghentikan laga,” demikian pernyataan UEFA seperti diberitakan Reuters.
Komite Eksekutif UEFA itu juga memperingatkan kalau sanksi berupa pencekalan stadion, denda atau hukuman lain yang disebabkan tindakan rasisme akan mendapat ancaman hukuman yang lebih berat dari Komisin Disiplin Otoritas Sepakbola Eropa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar